Ilmu Hadits adalah ilmu yang sangat penting dan bermanfaat bagi umat Islam. Dengannya umat Islam bisa mengetahui hukum halal dan haramnya sesuatu. Di antara hal penting dalam ilmu Hadits sendiri adalah periwayatan. Kita yang hidup di masa sekarang ini tidak mungkin bisa hadir sebagai saksi atau pelaku utama atas apa yang terjadi puluhan abad yang lalu. Oleh sebab itu, diperlukanlah riwayat dari orang-orang terdahulu yang menjadi saksi kunci atas suatu kejadian.
Belajar sanad (Sanad secara bahasa artinya sesuatu yang dijadikan sandaran) Hadits pun begitu, yakni membuktikan kebenaran suatu
riwayat. Apakah betul suatu perbuatan atau perkataan itu terjadi di masa
Nabi saw. dan diucapkan oleh beliau? Kebenaran terbukti dan diakui jika
setiap generasi sepeninggal Nabi saw. ada orang “tepercaya” yang
meriwayatkan perbuatan atau perkataan tersebut. Masalahnya, bagaimana
jika suatu riwayat yang sampai kepada kita saat ini, tidak diriwayatkan
secara berurutan dan sambung antara generasi ke generasi (Sahabat, Tabi’in (Tabi'in artinya pengikut, adalah orang Islam awal yang masa hidupnya setelah para Sahabat Nabi dan tidak mengalami masa hidup Nabi Muhammad. Usianya tentu saja lebih muda dari Sahabat Nabi bahkan ada yang masih anak-anak atau remaja pada masa Sahabat masih hidup.Tabi'in disebut juga sebagai murid Sahabat Nabi.),
dan seterusnya),
Ilmu hadits merupakan salah satu pilar-pilar tsaqofah (pandai dan cepat di dalam memahami sesuatu atau mahir) Islam yang memang sudah selayaknya dimiliki oleh setiap kaum muslim. Dewasa ini, begitu banyak opini umum yang berkembang yang mengatakan bahwa ilmu hadits hanya cukup dipelajari oleh para salafus sholeh yang memang benar-benar memilki kredibilitas dalam ilmu agama sehingga stigma (pandangan negatif) ini membuat sebagian kaum muslim merasa tidak harus untuk mempelajari ilmu hadits.
Hal ini tentu sangat tidak dibenarkan karena dapat membuat masyarakat muslim menjadi kurang tsaqofah Islamnya terutama dalam menjalankan sunnah-sunnah rosul. Terlebih dengan keadaan saat ini dimana sangat bayak beredar hadits-hadits dho’if dan hadits palsu yang beredar di tengah-tengah kaum muslim dan tentunya hal ini akan membuat kaum muslimin menjadi pelaku bid’ah. Jika kaum muslim masih memandang remeh tentang ilmu hadits ini maka tentu ini adalah suatu hal yang sangat berbahaya bagi aqidah kaumm muslimin dalam menjalankah sunnah rosul. Oleh karena itulah, perlunya kita sebagai umat muslim memilki pengetahuan yang luas tentang ilmu hadits. Terlebih lagi tentang hadist mursal dan hadis mudallas.
Dari pembahasan materi tentang telaah hadis mursal dan hadis
mudallas, dapat diklarifikasi menjadi beberapa permasalahan, diantaranya
:
- Apa yang di maksud hadis mursal dan hadis mudallas?
- Ada berapa macam hadis mursal dan hadis mudallas?
- Bagaimana Hukum hadis mursaldan hadis mudallas?
- Tingkatan Hadis mursal?
- Tujuan Penulisan
- Mengetahui pengertian hadis mursal dan hadis mudallas.
- Mengetahui macam-macam hadis mursaldan hadis mudallas.
- Mengetahui hukum hadis mursaldan hadis mudallas.
- Mengetahui tingkatan hadis mursal.
Pengertian Hadist Mursal
Secara bahasa مرسل merupakan isim maf’ul dari kata ارسل yang bermakna
lepas. Sedang secara istilah, menurut ahli hadist, hadist mursal adalah
hadist yang gugur sanadnya seseorang setelah tabi’in. Atau dengan kata lain hadist yang disandarkan langsung oleh tabi’in
kepada rasulullah tanpa menyebutkan rawi dari tingkatan sahabat.
Hadist disebut mursal seakan - akan pelakunya melepaskan sanad dan
tidak menyebutkannya dengan seorang rawi yang populer.
Berbeda dengan ulama muhaditsin, ulama fiqih mendefinisikan hadist mursal dengan hadist yang gugur sanad, baik sebelum atau sesudah tabi’in.
Definisi
المرسل هو ما رفعه التبعي بأن يقول : قال رسول الله صلي الله عليه و سلم … سواء كان التبعيكبيرا أو صغيرا.
Hadis mursal adalah hadis yang disandarkan kepada Nabi oleh
seorang tabi’in dengan mengatakan. “Rasulullah SAW. Berkata…” baik ia
tabi’in besar maupun tabi’in kecil.
Sebagai contoh seorang tabi’in berkata: Rasullulah SAW bersabda, atau
rasul melakukan ini, padahal tabi’in tersebut tidak pernah bertemu
dengan Rasullulah, namun seolah-olah dia melihatnya langsung.
Macam-macam hadist mursal
Macam-macam hadist mursal
a) Mursal jally
Mursal di sini maksudnya yang terputus. Jali artinya yang terang,
yang nyata Mursal jally adalah hadits yang periwayatannya secara jelas
oleh rawi. Yaitu dalam sanad sebuah hadist seorang tabi’in tidak
menyandarkan riwayatnya kepada sahabat, melainkan langsung kepada Rasullulah. Model Hadis yang pertama ini hukumnya dha’if, karena tidak adanya sambungan sanad (ittisal al-Sanad).
Bila penggugurannya yang telah dilakukan oleh rawi jelas sekali,
dapat diketahui oleh umum, bahwa orang yang telah menggugurkan itu tidak
hidup sama zamannya dengan orang yang digugurkan yakni orang yang mempunyai
berita (hadis).
b) Mursal shahabi
Yang dimaksut dengan hadist mursal shahaby adalah hadsit yang
diriwayatkan oleh sahabat, tetapi sahabat itu tidak langsung
mendengarnya dari rasul melainkan melalui sahabat yang lainnya.
Untuk mengetahui bahwa sahabat yang meriwayatkan hadist tersebut
telah menggugurkan sahabat yang lainnya dalam meriwayatkan hadist, ialah
dengan cara meneliti keadaan sahabat tersebut pada masa Nabi. Apakah
dia telah dewasa ataukah telah masuk Islam, atau bukti lain yang
menerangkan bahwa dia tidak menerima langsung dari Nabi SAW.
Misalnnya, hadist yang dikemukakan oleh ibnu abbas:
ان رسول الله صلي الله عليه وسلم خرج الي مكة عام الفتح في رمضان فصام حتي بلغ الكديد ثم افطر فافطر الناس
Bahwa Rasullulah SAW. Keluar dari Makah pada tahun fathul-Makkah
di bulan Ramadhan, beliau berpuasa samapi kampung Al-kadid kemudian
beliau membatalkan puasannya, yang kemudian di ikuti oleh orang banyak.
Hadist tersebut disampaikan Ibnu Abbas langsung disandarkan kepada Rasullulah. Padahal pada saat Nabi keluar dari makah pada tahun fathul makkah, Ibnu Abbas berada di rumah orang tuanya. Jadi dia tidak ikut pergi bersama dengan Rasul. Oleh karena itu, hadist tersebut digolongkan hadist mursal shahaby, sebab Ibnu Abbas tidak menyandarkan hadistnya kepada sahabat yang lain, yang benar-benar ikut pergi bersama Nabi.
c) Mursal khafi
Yakni hadist yang diriwayatkan oleh tabi’in, yang hidup semasa dengan
sahabat yang menerima hadist dari Nabi, tetapi tabi’in tersebut tidak
pernah menerima satupun hadist dari sahabat itu. Contoh hadis mursal
khafi, hadis yang diriwayatkan oleh Awam bin Hausyab dari Abdullah bin
Abu Aufa ,sebagai berikut:
كان النبي اذا قال بلال: قد قامت الصلاة نهض وكبرز
“adalah Nabi SAW ketika Bilal membaca: telah berdiri sholat maka beliau bergerak dan takbir”
Al-Awam bin Hausyab tidak pernah bertemu dengan Abdullah bin Aufa padahal mereka hidup semasa.
Untuk mengetahui sebuah hadist itu mursal khafi, cara yang ditempuh antara lain:
- Adanya petunjuk, bahwa sahabat tersebut tidak pernah bertemu dengan sahabat yang bersangkutan.
- Adanya pengakuan dari tabi’in itu sendiri
- Hasil penelitian dan penyelidikan imam-imam ahli Hadist.
- Hukum Hadist Mursal
Menurut Ahmad Umar Hasyim dalam buku qawaid ushulil hadits,
berhujjah dengan hadist mursal shababy itu diperbolehkan. Dengan alasan
bahwa semua sahabat itu memiliki sifat adil, kalaupun ada yang bodoh hal
itu tidak menjadi persoalan.
Sedangkann mursal selain mursal shahaby terdapat perbedaan pendapat mengenai kehujjahannya, antara lain:
- Madzhab Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan Imam Malik berpendapat boleh berhujjah dengan hadist mursal. Landasan normatif madzhab ini adalah kesaksian dan pujian Nabi Muhammad terhadap para tabi’in , sabda Beliau:” …خير القرون قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم “.
Sebaik-baiknya kalian adalah generasiku kemudian generasi sesudahnya kemudian generasi sesudahnya.
- Sebagian besar madzhab muhadditsin dan fuqaha, berpendapat bahwa tidak boleh berhujjah menggunakan hadist mursal. Karena hadist mursal adalah hadist dhaif disebabkan tidak diketahui hal ihwal rawi.
- Mazdhab Syafi’i berpendapat bahwa hadist mursal dapat dijadikan hujjah jika dengan syarat:
- Tabi’in yang menggugurkan itu adalah tabi’in besar yang memang pernah berjumpa dengan sebagian besar sahabat.
- Matan hadist tersebut diriwayatkan oleh sanad yanng lain secara muttasil, atau ada hadits mursal yang bersanad lain, atau kebenaran hadist mursal itu disaksikan oleh sahabat melalui fatwa sahabat.
- Para rawi yang meriwayatkan hadist itu adalah orang-orang yang adil.
- Ibnu taimiyah berpendapat, hadist mursal yang sesuai dengan amalan sahabat menjadi hujjah.
- As-Syaukani berpendapat, hadist mursal tidak dapat dijadikan hujjah secara mutlak. Dengan alasan karena hadist mursal ada rawi yang gugur. Jika ada rawi yang gugur maka tidak dapat diketahui sifat dan keadaan rawi tersebut. Sedangakan untuk mengamalkan suatu hadist hendaknnya diketahui dengan jelas keadilan rawinya.
- Kitab Yang Memuat Hadis Mursal
- Al-Marâsîl karya Abu Daud.
- Tuhfatul Asyrâf (bagian akhir) karya Al-Hafizh Al-Muzzi.
- Al-Jâmi’ Al-Kabîr (bagian akhir) karya Al-Imam As-Suyuthi.
Pengertian hadis mudallas
Kata mudallas adalah bentuk isim maf’ul dari kata
Kata mudallas adalah bentuk isim maf’ul dari kata
دَلَّسَ يُدَلِّسُ تَدْلِيْسًا فَهُوَ مُدَلِّسٌ وَمُدَلَّسٌ
Kata at-tadlis secara bahasa diartikan menyimpan atau
menyembunyikan cacat barang dagangan dari pembelianya. Pembeli mengira
bahwa barang dagangan itu bagus, indah, dan menarik, tetapi setelah
diteliti benar dan dibolak-balik, ternyata terdapat cacat pada barang
dagangan itu. Adapun menurut istilah, hadis mudallas adalah sebagai
berikut.
إِخْفَاءُ عَيْبٍ فِي الإسْنَادِ وتَحْسِيْنٌ لِظَاهِرِهِ
Menyembunyikan cacat dalam isnad dan menampakkan cara (periwayatan) yang baik
Maksud menampakkan cara periwayatan yang baik adalah menggunakan
ungkapan periwayatan yang tidak tegas bahwa ia mendengar dari penyampai
berita.
Di antara para periwayat yang dicatat ulama sebagai mudallis adalah
Muhammad bin Ishaq, Ibnu Juraij, Qatadah, Baqi bin Al-Walid, Al-Walid
bin muslim, dan lain-lain.
Menurut Syaikh Mana’ Al-Qaththan secara istilah adalah menyembunyikan aib dalam hadits dan menampakkan kebaikan pada dzahirnya.
Pembagian Hadis Mudallas
Pembagian Hadis Mudallas
Hadis mudallas dibagi menjadi dua macam yang pokok, yaitu tadlis al-isnad dan tadlis asy-syuyukh:
- Tadlis Al-Isnad
Tadlis Al-Isnad adalah
أَنْ ْيَرْوِيَ الرَّاوِي عَمَّنْ لَقِيَهُ مَا لَمْ يَسْمَعْه مِنْهُ مُوْهِمًا سَمَاعَه
Seorang perawi meriwayatkan suatu hadis yang ia tidak mendengarnya
dari seseorang yang pernah ia temui dengan cara yang menimbulkan dugaan
bahwa ia mendengarnya.
Tadlis al-isnad adalah seorang perawi meriwayatkan sebagian hadis yang telah ia dengar dari seorang syaikh, tetapi hadis yang di tadlis-kan
ini memang tidak mendengar darinya, ia mendengar dari syaikh lain yang
mendengar daripadanya. Kemudian syaikh lain ini digugurkan dalam
periwayatan dengan menggunakan ungkapan yang seolah-olah ia mendengar
dari syaikh pertama tersebut. Seperti kata qala Fulan = berkata Fulan atau ‘an Fulan = dinukildari si Fulan. Tidak dengan ungkapan periwayatan yang tegas, seperti haddatsani = memberitakan kepadaku atau sami’tu = aku mendengar, maka ia dihukumi pendusta.
Contohnya, hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, At-Tirmidzi, dan Ibnu
Majah melalui jalan Abu Ishaq As-Syuba’I dari Al-Barra bin Azib R.A
berkata: Rasulullah S.A.W bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّقَا
Tidak ada dari dua orang muslim yang bertemu kemudian bersalam-salaman, kecuali diampuni bagi mereka sebelum berpisah.
Abu Ishaq As-Subay’i nama aslinya Amr bin Abdullah, ia seorang tsiqah, tetapi disifati mudallis. Ia mendengar beberapa hadis dari Al-Barra bin Azib, tetapi dalam hadis ini, ia tidak mendengar daripadanya secara langsung, ia mendengar dari Abu Dawud Al-Ama yang matruk hadisnya, kemudian meriwayatkannya dari Al-Barra bin Azib dan menyembunyikan Abu Dawud Al-Ama dengan ungkapan ‘an’anah = dari (dengan sanad menggunakan kata ‘an = dari).
Kemudian tadlis al-isnad dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
a) Tadlis At-Taswiyah, yaitu seorang perawi
meriwayatkan hadis dari seorang syaikh, kemudian digugurkan seorang
dha’if antara dua syaikh yang tsiqah dan bertemu antara keduanya (arti
tsiqah dapat dipercaya karena memiliki dua sifat adil dan dhabith).
b) Tadlis Al-Athfi, yaitu seorang perawi meriwayatkan
suatu hadis dari dua orang syaikh, tetapi ia sebenarnya mendengar dari
salah satunya saja dengan menggunakan ungkapan kata yang tegas mendengar
dari syaikh pertama dan tidak tegas pada syaikh kedua. Misalnya:
حَدَّثَنَا فُلَانٌ وَ فُلَانٌ = memberitakan kepada kami si Fulan dan si
Fulan
- Tadlis Asy-syuyukh
هُوَأَنْ يَرْوِيَ الرَّاوِي عَنْ شَيْخٍ حَدِيْثًاسَمِعَهُ مِنْهُ
فَيُسَمّيَه أويَكْنيهُ أويَنْسِبَه أويَصِفَهُ بِمَا لَا يُعْرَفُ بِهِ
كَي لَايُعْرَفُ
Seorang perawi meriwayatkan dari seorang syaikh sebuah hadis yang ia
dengar darinya kemudian ia berinama lain atau nama panggilan (kuniyah)
atau nama bangsa dan atau nama sifat yang tidak di kenal supaya tidak di
kenal.
Misalnya, seorang perawi dari mesir dikatakan: memberitakan kepadaku
si fulan di ziqaq Halb (gang susu perah) di maksudkan di cairo atau
Baghdad di katakan: memberitakan kepadaku si fulan di mawara’a An-Nahri,
dimaksudkan Baghdad dan seterusnya.
Contoh dalam hadis tentang talak tiga sekaligis diriwayatkan oleh abu
Dawud melalui jalan ibnu Juraij memberikan kepadaku sebagian bani abu
Rafi’ mawla (budak yang telah dimerdekakan) Rasululloh Saw dari Ikrimah
mawla Ibnu Abbas dari Ibnu Abbas berkata:
طَلَّقَ أَبُوْـ أَبُوْرُكا نةَ وَأِخْوَتُهُ ـ أَمَّ رُكَا نَة وَنَكَحَ امْرأةًمِنْ مُزِينَة
Abu Yazid (Abu Rukanah dan saudara-saudaranya) Rukanah mentalak dan menikahi seorang wanita dari Kabilah Muzinah
Ibnu Jiraij nama aslinya adalah Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij, ia tsiqah, tetapi di sifati tadlis,
sekalipun ia meriwayatkan hadis ini dengan ungkapan tegas, tetapi ia
memyembunyikan nama syaikhnya, yaitu sebagian bani Rafi’. Para ulama
berbeda pendapat tentang syaikhnya ini, pendapat yang shahih adalah
Muhammad bin Ubaidullah bin Abu Rafi’, gelar tajrih-nya matruk.
Hukum periwayatan tadlis
Hukum periwayatan tadlis
Periwayatan yang dikenal sebagai mudallis ada beberapa pendapat tentang hukum periwayatannya, apakah diterima atau tidak, yaitu sebagai berikut.
- Di tolak secara mutlak, baik dijelaskan dengan tegas (as-sama’) atau tidak, yaitu pendapat sebagian Malikiyah. Bahkan menurut sebagian mereka walaupun diketahui sekali melakukan tadlis, tetapi di tolak.
- Diterima secara mutlak, pendapat Al-Khatib dalam al-kifayah dari para ahli ilmu. Alas an pendapat ini, tadlis dipersamakan dengan irsal (Hadis mursal)
- Diterima jika ia tidak di ketahui melakukan tadlis kecuali dari orang tsiqoh pendapat Al-Bazzar, Al-Azdi, Ash-Shayrafi, Ibnu Hibban, dan Ibnu Abdul Barr
- Diterima jika tadlis-nya langka atau sedikit saja, seperti pendapat Ali bin Al-madini
- Diterima periwayatannya, jika ia tsiqah dan mempertegas periwayatannya dengan as-sama, seperti pendapat jumhur muhadditsin. Pendapat yang terakhir ini yang shahih.
Demikian perbedaan para ulama dalam mempertimbangkan posisi hadis mudallas secara
adil. Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa ada 3 pendapat, yaitu
diterima secara mutlak, ditolak secara mutlak, dan diterima dengan
catatan atau syarat tertentu.
Beberapa Factor Pendorong Tadlis
Beberapa Factor Pendorong Tadlis
Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya tadlis asy-syuyukh, yaitu:
- Kelemahan seorang syaikh atau ia tidak tsiqoh.
- Wafat syaikh belakangan sehingga dimungkinkan ia bersama jama’ah dalam mendengar hadis dari penyampai berita, padahal tidak demikian.
- Usia muda memungkinkan terjadinya tadlis asy-syuyukh, karena ia lebih muda dari pada yang meriwayatkannya;
- Banyaknya periwayatan, ia ia tidak suka memperbanyak periwayatan dengan menyrbutkan suatu nama
Sedangkan untuk tadlis isnad, di samping 3 faktor pendorong pertama di atas, di tambah dua hal sebagai berikut.
- Memberikan pemahaman isnad ‘ali (isnad yang sedikit perawinya).
- Luput sedikit sebagian sanad hadis yang banyak dan panjang sebagaimana yang ia dengar syaikh.
- Buku Hadis Mudallas
Di antara buku tentang hadis mudallas yang terkenal adalah sebagian berikut.
- At-Tabyin li Asma Al-Mudallisin, karya Al-khatib Al-baghdadi.
- Ta’rif Ahl At-Taqdis bi Maratib Al-mawshufin bi At-tadlis, karya Ibnu Hajar.[10]
- Perbedaan Hadis Mursal Khafi dengan Mudallas
Hadis mudallas ini hampir sama dengan mursal khafi. Letak
perbedaan-nya sangat kecil. Jika perawi itu hidup semasa dan pernah
bertemu dengan pembawa berita, tetapi tidak pernah mendengar hadis
daripadanya, kemudian ia meriwayatkan suatu hadis yang sebenarnya ia
tidak mendengar langsung, dengan ungkapan kata yang tidak tegas seperti qala Fulan = berkata si Fulan atau ‘an Fulan = dari si Fulan, maka hadisnya disebut mursal khafi. Dan
jika perawi itu hidup semasa, pernah bertemu dan mendengar beberapa
hadis dari penyampai berita, kemudian ia meriwayatkan suatu hadis yang
sebenarnya ia tidak mendengar langsung dengan ungkapan kata yang tidak
tegas, maka hadisnya disebut mudallas. Jika seseorang
meriwayatkan sesuatu yang tidak pernah ia dengar dari sumber beritanya
dengan ungkapan yang tegas bahwa ia mendengarnya, seperti haddatsana atau akhbarani berarrti ia pendusta. Jika ia meriwayatkannya dengan ungkapan yang tidak tegas, seperti qala Fulan (berkata Fulan) atau ‘an Fulan (dari si Fulan), sementara ia hidup tidak semasa dan tidak pernah bertemu, maka hadisnya disebut munqathi’.
Kesimpulan
Mursal artinya yang dilepaskan, yang dilangsungkan. Dengan tidak
menyebut nama orang yang menceritakan kepadanya. Jelasnya dalam sanad
itu, tabi’in tidak menyebut nama orang yang mengkhabarkan Hadits utu
kepadanya, tetapi langsung menyebut Nabi Saw saja.
- Mursal dibagi ke dalam tiga bagian :
- Mursal Jali
- Mursal Shahabi
- Mursal Khafi
- Hukum hadits mursal dhoif dan mardud karena tidak dapat dijadikan hujjah. Karena rawi yang digugurkan tersebut tidak diketahui identitasnya.
- hadis mudallas adalahMenyembunyikan cacat dalam isnad dan menampakkan cara (periwayatan) yang baik
Mudallas di bagi menjadi dua yaitu:
- Tadlis Al-Isnad
- Tadlis Asy-syuyukh
- Periwayatan mudallis yaitu diterima secara mutlak, ditolak secara mutlak, dan diterima dengan catatan atau syarat tertentu
0 komentar:
Post a Comment