Bab Ke-35:
Mengawalkan Waktu untuk Mengerjakan Shalat pada Hari yang Berawan
(Mendung)
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abul Malih yang tersebut pada nomor 308 di muka.")
Bab Ke-36:
Berazan Setelah Habis Waktu Shalat
332. Abu Qatadah
r.a. berkata, "Pada suatu malam kami berjalan bersama Nabi, lalu sebagian kaum
berkata, 'Alangkah senangnya seandainya engkau singgah di malam hari di tempat
kami wahai Rasulullah.' Beliau bersabda, 'Saya khawatir kamu tertidur dari
shalat' Bilal berkata, 'Saya akan membangunkan kalian.' Lalu mereka berbaring,
dan Bilal menyandarkan punggungnya ke kendaraannya. Lalu, kedua matanya
mengantuk, kemudian ia tertidur. Kemudian Nabi saw bangun padahal matahari telah
terbit, lalu beliau bersabda, 'Wahai Bilal, mana yang kamu katakan?' Ia
menjawab, 'Saya tak pernah tidur seperti itu.' Beliau bersabda, 'Sesungguhnya
Allah menahan ruh kamu ketika Dia menghendaki, dan mengembalikannya ketika Dia
menghendaki. Hai Bilal, berdirilah dan berazanlah untuk memanggil manusia buat
mengerjakan shalat.' Lalu beliau berwudhu. (Dan dalam satu riwayat: Lalu mereka
menunaikan hajat dan berwudhu hingga matahari terbit 8/ 192). Ketika matahari
naik dan putih, beliau berdiri lalu melakukan shalat.'"
Bab Ke-37: Orang yang Shalat Berjamaah dengan Orang Banyak Sesudah Habis Waktu Shalat
333. Jabir bin
Abdullah mengatakan bahwa Umar ibnul Khaththab datang pada hari (Perang) Khandaq
setelah matahari terbenam. Lalu, ia mencaci maki orang-orang kafir Quraisy [dan
5/48] berkata, "Wahai Rasulullah, saya hampir tidak shalat ashar sampai matahari
terbenam." Nabi saw bersabda, "Demi Allah, saya juga belum shalat ashar." Lalu
kami ke Buth-han. Kemudian beliau berwudhu untuk shalat, dan kami juga berwudhu
untuk shalat. Kemudian beliau melakukan shalat ashar setelah matahari terbenam.
Lalu, beliau mengerjakan shalat maghrib sesudah itu."
Bab Ke-38: Orang yang Lupa Terhadap Suatu Shalat, Maka Hendaklah Ia Melakukan Shalat Itu Sesudah Ia Ingat, dan Tidak Perlu Mengulangi Kecuali Shalat yang Dilupakan Itu
Ibrahim berkata,
"Barangsiapa yang meninggalkan satu kali shalat selama dua puluh tahun, maka ia
tidak perlu mengulangi kecuali satu shalat itu saja."
334. Dari Anas dari
Nabi saw., beliau bersabda, "Barangsiapa yang lupa shalat, maka hendaklah ia
shalat ketika ia ingat, tidak ada tebusannya kecuali itu." ("Dan dirikanlah
shalat untuk mengingat Ku."). (Dan dalam satu riwayat: Lidz-dzikraa
'untuk mengingat').
Bab Ke-39:
Mengqadha Beberapa Shalat, yang Terdahulu Lalu Yang Dahulu Lagi (Yakni Tertib
Menurut Urutannya)
(Saya berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Jabir di
muka.")
Bab Ke-40: Tidak
Disukai Bercakap-cakap Sesudah Shalat Isya
(Saya berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Barzah yang
disebutkan pada nomor 304 di muka.")
Bab Ke-41:
Barcakap-cakap dalam Hal Fiqih (Ihnu Pengetahuan) dan Hal yang Berupa Kebaikan
Sesudah Shalat Isya
Bab Ke-42:
Bercakap-cakap di Waktu Malam dengan Tamu dan Keluarga
(Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abdur Rahman bin Abu Bakar
ash-Shiddiq yang tercantum pada "AL-MANAKIB/ 25-BAB")
Tambahan ini diriwayatkan secara mu'allaq oleh
penyusun (Imam Bukhari) rahimahullah dengan redaksi yang memastikan, dan
di-maushul-kan oleh al-Ismaili di dalam Mustakhraj-nya dengan lafal,
"Wasysyamsu waaqi'atun fi hujrii 'dan sinar matahari masih ada di dalam
kamarku'." Saya berkata, "Ia di-maushul-kan pula oleh Ahmad (6/204) dengan lafal
ini, dan sanadnya menurut Bukhari dan Muslim. Dan yang dimaksud dengan kamar
ialah rumah, dan yang dimaksud dengan asyiyams 'matahari' ialah
sinarnya."
Saya katakan bahwa Mat 'alasan' dilakukannya
jama' ini adalah untuk menghilangkan kesulitan dari umat, sebagaimana komentar
Said bin Jubair pada akhir hadits itu, "Saya bertanya kepada Ibnu Abbas, 'Untuk
apa beliau berbuat begitu?' Jawabnya, 'Agar tidak menyulitkan umatnya.'"
(Diriwayatkan oleh Muslim, 2/152).
Silakan periksa hadits Rafi' bin Khadij dalam
Ta'jiilu Shalatil Ashri pada 47-Asy-Syirkah 11-BAB. Karena ini termasuk
hadits-hadits yang tidak dibawakan oleh penyusun.
Di-maushul-kan oleh Baihaqi, tetapi di dalam sanadnya
terdapat Abdullah bin Shalih. Sedang pada dirinya terdapat kelemahan dari segi
hafalannya.
Tambahan ini juga diriwayatkan oleh Thabrani dalam al
Mu'jamul Kabir (1/107/2) dari jalan periwayatan penyusun (Imam Bukhari),
kemudian dia berkata, "Abu Syihab bersendirian dengan riwayat ini, dan dia
adalah seorang hafizh yang teliti, termasuk orang muslim yang
tepercaya."
Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq di dalam
Mushannaf-nya dari Ibnu Juraij dari Atha'. Dengan atsar ini beliau
mengisyaratkan bahwa waktu maghrib itu ialah hingga menjelang memasuki waktu
isya. Sebab, kalau waktu maghrib itu sempit, niscaya akan terpisah dari waktu
isya. (al-Fath).
Kedua riwayat ini adalah bagian dari hadits Abu
Hurairah yang dimaushulkan oleh Imam Bukhari pada "KITAB AZAN". Adapun yang
pertama dimaushulkannya pada "34 - BAB", dan yang kedua pada "9 -
BAB".
Hadits Ibnu Abbas di-maushul-kan oleh penyusun
pada "24 - BAB", sedang hadits Aisyah di-maushulkannya pada bab berikut
ini.
Ini adalah bagian dari hadits Abu Barzah yang
telah disebutkan dengan lengkap secara maushul pada "12 - BAB".
Hadits Ibnu Umar dan Abu Ayyub dimaushulkan oleh
penyusun pada "25 -AL-HAJJ 97 - BAB", sedang hadits Ibnu Abbas di-maushul-kan
pada "11- BAB" di muka.
Saya (al-Albani) katakan bahwa ini adalah dalil
bagi orang yang berpendapat bahwa tidur tidak membatalkan wudhu. Pendapat ini
dijawab dengan jawaban yang masih perlu didiskusikan. Menurut lahirnya,
peristiwa ini terjadi sebelum diwajibkannya berwudhu karena tidur. Akan tetapi,
terdapat riwayat yang sahih dari para sahabat bahwa mereka pernah tidur
mendengkur, kemudian setelah itu melakukan shalat dengan tidak berwudhu lagi.
Pendapat ini tidak dapat diberi jawaban lagi kecuali dengan apa yang kami
sebutkan tadi.
Perbedaan antara kedua riwayat itu ialah bahwa
hadits yang pertama itu dari Musnad Anas, sedang yang kedua dari Musnad Zaid.
Al-Hafizh mengkompromikan antara kedua riwayat itu bahwa Anas menghadiri
peristiwa itu, akan tetapi ia tidak makan sahur bersama mereka (Nabi dan Anas).
Kemudian al-Hafizh menyebutkan hadits yang menyebutkan peristiwa itu dengan
jelas. Silakan periksa jika Anda mau.
Ketahuilah bahwa hadits ini dan yang semacarnnya
tidaklah bersifat umum, melainkan dengan qayid 'ketentuan' apabila
matahari tidak jernih lagi, yakni kuning, mengingat hadits Ali yang diriwayatkan
oleh Abu Dawud dan lainnya yang sudah saya takhrij dalam Ash-Shahihah (200).
Oleh karena itu, tidak benar pendapat yang memakruhkan dua rakaat sesudah shalat
Ashar, khususnya yang dilakukan Rasulullah.
Sesungguhnya Aisyah r.a. pernah melihat beliau
melakukannya sebagaimana akan disebutkan pada bab berikutnya, dan orang yang
menjadikannya hujjah atas orang yang tidak mengerjakannya, yaitu orang-orang
yang dilihat Muawiyah melakukan shalat. Perkataan Muawiyah, "Sedangkan beliau
telah melarangnya", barangkali yang dimaksud adalah larangan secara umum
sebagaimana disebutkan dalam hadits Umar dan lain-lainnya di muka, sedang Anda
pun telah mengetahui jawabannya.
Menunjuk kepada hadits Umar yang telah disebutkan
pada nomor 325, hadits Ibnu Umar pada nomor 326-327, dan hadits Abu Hurairah
nomor 328. Sedangkan, hadits Abu Sa'id akan disebutkan pada "30-
ASH-SHAUM/67-BAB".
Di-maushul-kan oleh penyusun pada (22 - AS-SAHWI /
9 - BAB), dan tersebut dalam al Musnad (6/300, 302, 309, dan 315) dari beberapa
jalan lain dari Ummu Salamah, dan dalam sebagian riwayatnya ia berkata, "Maka
saya bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah boleh kami meng-qadha-nya apabila kami
terluput melakukannya?' Beliau menjawab, 'Tidak'." Akan tetapi isnadnya dhaif
dilihat dari semua segi sebagaimana sudah saya jelaskan dalam catatan saya
terhadap kitab "Subulus-Salam" 1/181.
0 komentar:
Post a Comment