THIS TOPIC BOX Ketik Topic Disini Contoh DZIKIR atau MAKAN

Translate

Wednesday 5 August 2015

WAKTU SHALAT 5


Bab Ke-35: Mengawalkan Waktu untuk Mengerjakan Shalat pada Hari yang Berawan (Mendung)

(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abul Malih yang tersebut pada nomor 308 di muka.")

Bab Ke-36: Berazan Setelah Habis Waktu Shalat
 
332. Abu Qatadah r.a. berkata, "Pada suatu malam kami berjalan bersama Nabi, lalu sebagian kaum berkata, 'Alangkah senangnya seandainya engkau singgah di malam hari di tempat kami wahai Rasulullah.' Beliau bersabda, 'Saya khawatir kamu tertidur dari shalat' Bilal berkata, 'Saya akan membangunkan kalian.' Lalu mereka berbaring, dan Bilal menyandarkan punggungnya ke kendaraannya. Lalu, kedua matanya mengantuk, kemudian ia tertidur. Kemudian Nabi saw bangun padahal matahari telah terbit, lalu beliau bersabda, 'Wahai Bilal, mana yang kamu katakan?' Ia menjawab, 'Saya tak pernah tidur seperti itu.' Beliau bersabda, 'Sesungguhnya Allah menahan ruh kamu ketika Dia menghendaki, dan mengembalikannya ketika Dia menghendaki. Hai Bilal, berdirilah dan berazanlah untuk memanggil manusia buat mengerjakan shalat.' Lalu beliau berwudhu. (Dan dalam satu riwayat: Lalu mereka menunaikan hajat dan berwudhu hingga matahari terbit 8/ 192). Ketika matahari naik dan putih, beliau berdiri lalu melakukan shalat.'"


Bab Ke-37: Orang yang Shalat Berjamaah dengan Orang Banyak Sesudah Habis Waktu Shalat
 
333. Jabir bin Abdullah mengatakan bahwa Umar ibnul Khaththab datang pada hari (Perang) Khandaq setelah matahari terbenam. Lalu, ia mencaci maki orang-orang kafir Quraisy [dan 5/48] berkata, "Wahai Rasulullah, saya hampir tidak shalat ashar sampai matahari terbenam." Nabi saw bersabda, "Demi Allah, saya juga belum shalat ashar." Lalu kami ke Buth-han. Kemudian beliau berwudhu untuk shalat, dan kami juga berwudhu untuk shalat. Kemudian beliau melakukan shalat ashar setelah matahari terbenam. Lalu, beliau mengerjakan shalat maghrib sesudah itu."


Bab Ke-38: Orang yang Lupa Terhadap Suatu Shalat, Maka Hendaklah Ia Melakukan Shalat Itu Sesudah Ia Ingat, dan Tidak Perlu Mengulangi Kecuali Shalat yang Dilupakan Itu
 
Ibrahim berkata, "Barangsiapa yang meninggalkan satu kali shalat selama dua puluh tahun, maka ia tidak perlu mengulangi kecuali satu shalat itu saja."
334. Dari Anas dari Nabi saw., beliau bersabda, "Barangsiapa yang lupa shalat, maka hendaklah ia shalat ketika ia ingat, tidak ada tebusannya kecuali itu." ("Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Ku."). (Dan dalam satu riwayat: Lidz-dzikraa 'untuk mengingat'). 

Bab Ke-39: Mengqadha Beberapa Shalat, yang Terdahulu Lalu Yang Dahulu Lagi (Yakni Tertib Menurut Urutannya)
 
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Jabir di muka.")

Bab Ke-40: Tidak Disukai Bercakap-cakap Sesudah Shalat Isya
 
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Barzah yang disebutkan pada nomor 304 di muka.")

Bab Ke-41: Barcakap-cakap dalam Hal Fiqih (Ihnu Pengetahuan) dan Hal yang Berupa Kebaikan Sesudah Shalat Isya
 

Bab Ke-42: Bercakap-cakap di Waktu Malam dengan Tamu dan Keluarga
 
(Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abdur Rahman bin Abu Bakar ash-Shiddiq yang tercantum pada "AL-MANAKIB/ 25-BAB")




Tambahan ini diriwayatkan secara mu'allaq oleh penyusun (Imam Bukhari) rahimahullah dengan redaksi yang memastikan, dan di-maushul-kan oleh al-Ismaili di dalam Mustakhraj-nya dengan lafal, "Wasysyamsu waaqi'atun fi hujrii 'dan sinar matahari masih ada di dalam kamarku'." Saya berkata, "Ia di-maushul-kan pula oleh Ahmad (6/204) dengan lafal ini, dan sanadnya menurut Bukhari dan Muslim. Dan yang dimaksud dengan kamar ialah rumah, dan yang dimaksud dengan asyiyams 'matahari' ialah sinarnya."

 
Saya katakan bahwa Mat 'alasan' dilakukannya jama' ini adalah untuk menghilangkan kesulitan dari umat, sebagaimana komentar Said bin Jubair pada akhir hadits itu, "Saya bertanya kepada Ibnu Abbas, 'Untuk apa beliau berbuat begitu?' Jawabnya, 'Agar tidak menyulitkan umatnya.'" (Diriwayatkan oleh Muslim, 2/152).
 
 Silakan periksa hadits Rafi' bin Khadij dalam Ta'jiilu Shalatil Ashri pada 47-Asy-Syirkah 11-BAB. Karena ini termasuk hadits-hadits yang tidak dibawakan oleh penyusun.
 
Di-maushul-kan oleh Baihaqi, tetapi di dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Shalih. Sedang pada dirinya terdapat kelemahan dari segi hafalannya.
 
Tambahan ini juga diriwayatkan oleh Thabrani dalam al Mu'jamul Kabir (1/107/2) dari jalan periwayatan penyusun (Imam Bukhari), kemudian dia berkata, "Abu Syihab bersendirian dengan riwayat ini, dan dia adalah seorang hafizh yang teliti, termasuk orang muslim yang tepercaya."
 
Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq di dalam Mushannaf-nya dari Ibnu Juraij dari Atha'. Dengan atsar ini beliau mengisyaratkan bahwa waktu maghrib itu ialah hingga menjelang memasuki waktu isya. Sebab, kalau waktu maghrib itu sempit, niscaya akan terpisah dari waktu isya. (al-Fath).
 
Kedua riwayat ini adalah bagian dari hadits Abu Hurairah yang dimaushulkan oleh Imam Bukhari pada "KITAB AZAN". Adapun yang pertama dimaushulkannya pada "34 - BAB", dan yang kedua pada "9 - BAB".
 
Di-maushul-kan oleh penyusun dalam bab sesudah ini nanti secara panjang.
 
Hadits Ibnu Abbas di-maushul-kan oleh penyusun pada "24 - BAB", sedang hadits Aisyah di-maushulkannya pada bab berikut ini.
 
Ini adalah bagian dari hadits Jabir, dan telah disebutkan secara maushul pada dua bab sebelumnya.
 
Ini adalah bagian dari hadits Abu Barzah yang telah disebutkan dengan lengkap secara maushul pada "12 - BAB".
 
 Ini adalah bagian dari hadits yang disebutkan pada "10 - AZAN 120 - BAB"
 
 Hadits Ibnu Umar dan Abu Ayyub dimaushulkan oleh penyusun pada "25 -AL-HAJJ 97 - BAB", sedang hadits Ibnu Abbas di-maushul-kan pada "11- BAB" di muka.
 
Saya (al-Albani) katakan bahwa ini adalah dalil bagi orang yang berpendapat bahwa tidur tidak membatalkan wudhu. Pendapat ini dijawab dengan jawaban yang masih perlu didiskusikan. Menurut lahirnya, peristiwa ini terjadi sebelum diwajibkannya berwudhu karena tidur. Akan tetapi, terdapat riwayat yang sahih dari para sahabat bahwa mereka pernah tidur mendengkur, kemudian setelah itu melakukan shalat dengan tidak berwudhu lagi. Pendapat ini tidak dapat diberi jawaban lagi kecuali dengan apa yang kami sebutkan tadi.
 
Ini adalah bagian dari hadits Abu Barzah yang disebutkan pada nomor 300.
 
Perbedaan antara kedua riwayat itu ialah bahwa hadits yang pertama itu dari Musnad Anas, sedang yang kedua dari Musnad Zaid. Al-Hafizh mengkompromikan antara kedua riwayat itu bahwa Anas menghadiri peristiwa itu, akan tetapi ia tidak makan sahur bersama mereka (Nabi dan Anas). Kemudian al-Hafizh menyebutkan hadits yang menyebutkan peristiwa itu dengan jelas. Silakan periksa jika Anda mau.
 
Ketahuilah bahwa hadits ini dan yang semacarnnya tidaklah bersifat umum, melainkan dengan qayid 'ketentuan' apabila matahari tidak jernih lagi, yakni kuning, mengingat hadits Ali yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya yang sudah saya takhrij dalam Ash-Shahihah (200). Oleh karena itu, tidak benar pendapat yang memakruhkan dua rakaat sesudah shalat Ashar, khususnya yang dilakukan Rasulullah.
 
 Yakni, tanpa ada pakaian lain sehingga auratnya kelihatan.
 
Sesungguhnya Aisyah r.a. pernah melihat beliau melakukannya sebagaimana akan disebutkan pada bab berikutnya, dan orang yang menjadikannya hujjah atas orang yang tidak mengerjakannya, yaitu orang-orang yang dilihat Muawiyah melakukan shalat. Perkataan Muawiyah, "Sedangkan beliau telah melarangnya", barangkali yang dimaksud adalah larangan secara umum sebagaimana disebutkan dalam hadits Umar dan lain-lainnya di muka, sedang Anda pun telah mengetahui jawabannya.
 
Menunjuk kepada hadits Umar yang telah disebutkan pada nomor 325, hadits Ibnu Umar pada nomor 326-327, dan hadits Abu Hurairah nomor 328. Sedangkan, hadits Abu Sa'id akan disebutkan pada "30- ASH-SHAUM/67-BAB".
 
Di-maushul-kan oleh penyusun pada (22 - AS-SAHWI / 9 - BAB), dan tersebut dalam al Musnad (6/300, 302, 309, dan 315) dari beberapa jalan lain dari Ummu Salamah, dan dalam sebagian riwayatnya ia berkata, "Maka saya bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah boleh kami meng-qadha-nya apabila kami terluput melakukannya?' Beliau menjawab, 'Tidak'." Akan tetapi isnadnya dhaif dilihat dari semua segi sebagaimana sudah saya jelaskan dalam catatan saya terhadap kitab "Subulus-Salam" 1/181.
 
 Akan disebutkan pada "25-AL-HAJJ/73-BAB" dari dua jalan lain dari Aisyah.
 
Di-maushul-kan oleh an-Nawawi di dalam "Jami'ah" dari Manshur dan lainnya dari Ibrahim sebagaimana disebutkan dalam "al-Fath". Riwayat ini sahih isnadnya.
 
 Pada asalnya adalah "li dzikri", maka yang "lidz-dzikraa" itu adalah keliru.

0 komentar:

Post a Comment