THIS TOPIC BOX Ketik Topic Disini Contoh DZIKIR atau MAKAN

Translate

Saturday 1 August 2015

Mengenal Istilah Mubah


Yang dimaksud dengan mubah (boleh) adalah sesuatu yang berkedudukan sama, atau sesuatu yang tidak mengakibatkan suatu perintah dan tidak pula larangan secara dzatnya.

Mubah ini merupakan urutan ke-5 dari hukum-hukum taklifiyyah [1] menurut jumhur ahlus sunnah, berbeda dengan orang-orang yang mengingkarinya.


Mubah juga sering diistilahkan dengan al-maskut 'anhu dan dinamai (juga) 'afwun.

Mubah terbagi menjadi 2 macam:
1. Mubah yang akan terus berhukum mubah.
Dan ini adalah hukum asal mubah seperti makan, minum, tidur dan semisal dengan itu. Ini semua adalah perkara-perkara mubah.
2. Mubah yang tidak selamanya berhukum mubah.
yaitu sesuatu yang keluar dari batasan yang diperbolehkan, karena boleh jadi dia menjadi wajib dan boleh jadi dia menjadi haram.
Allah ta'ala berfirman: 
[Qs. al-Baqoroh: 104]



2. Al Baqarah

Ketidak sopanan orang-orang Yahudi terhadap Nabi dan sahabat-sahabatnya

104. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): "Raa'ina", tetapi katakanlah: "Unzhurna", dan "dengarlah". Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih[80]. Asbabun nuzul
[80]. Raa 'ina berarti: sudilah kiranya kamu memperhatikan kami. Di kala para sahabat menghadapkan kata ini kepada Rasulullah, orang Yahudipun memakai kata ini dengan digumam seakan-akan menyebut Raa'ina padahal yang mereka katakan ialah Ru'uunah yang berarti kebodohan yang sangat, sebagai ejekan kepada Rasulullah. Itulah sebabnya Tuhan menyuruh supaya sahabat-sahabat menukar perkataan Raa'ina dengan Unzhurna yang juga sama artinya dengan Raa'ina.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa dua orang Yahudi bernama Malik bin Shaif dan Rifa'ah bin Zaid, apabila bertemu dengan Nabi SAW mereka mengucapkan: "Ra'ina sam'aka was ma' ghaira musmai'in." Kaum Muslimin mengira bahwa kata-kata itu adalah ucapan ahli Kitab untuk menghormati Nabi-nabinya. Mereka pun mengucapkan kata-kata itu kepada Nabi SAW. Maka Allah menurunkan ayat ini (S. 2: 104) sebagai larangan untuk meniru-niru perbuatan kaum Yahudi.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir yang bersumber dari as-Suddi.)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kata "Ra'ina" dalam bahasa Yahudi berarti caci maki yang jelek. Sehubungan dengan itu ada peristiwa sbb: Ketika kaum Yahudi mendengar sahabat-sahabat Nabi SAW memakai perkataan itu (Ra'ina) mereka sengaja mengumumkan agar perkataan itu biasa dipergunakan dan ditujukan kepada Nabi SAW. Apabila para shahabat Nabi mempergunakan kata-kata itu, maka mereka menertawakannya. Maka turunlah ayat ini (S. 2: 104). Ketika salah seorang shahabat, yaitu Sa'd bin Mu'adz mendengar ayat ini, berkatalah ia kepada kaum Yahudi: "Hai musuh-musuh Allah! Jika aku mendengar perkataan itu diucapkan oleh salah seorang di antaramu sesudah pertemuan ini akan kupenggal batang lehernya."
(Diriwayatkan oleh Abu Na'im di dalam kitab ad-Dala'il dari as-Suddi as-Shaghir, dari al-Kalbi, dari Abi Shaleh yang bersumber dari Ibnu Abbas.)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa turunnya ayat ini (S. 2: 104) ketika seorang laki-laki berkata: "Ari'na sam'aka".
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ad-Dlahhak.)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa pada waktu itu ada beberapa orang Yahudi yang mengatakan: "Ari'na sam'aka" yang ditiru oleh beberapa orang Islam. Akan tetapi Allah membencinya dengan menurunkan ayat ini (S. 2: 104).
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari 'Athiyyah.)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika kaum Muslimin mengucapkan "Ra'ina sam'aka", datanglah kaum Yahudi dan berkata seperti itu. Maka turunlah ayat ini (S. 2:104).
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah.)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat ini (S. 2: 10) sehubungan dengan ucapan "ra'ina", yaitu bahasa yang dipakai kaum Anshar di zaman Jahiliyyah, dan karenanya dilarang oleh ayat ini (S. 2: 104).
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari 'Atha'.)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa sesungguhnya orang Arab apabila bercakap dengan salah seorang temannya berkata: "Ari'na sam'aka." Kemudian mereka dilarang menggunakan kata-kata itu dengan turunnya ayat ini (S. 2:104).
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Abil-'Aliah.)
Sedangkan kata  artinya adalah tunggulah kami, akan tetapi kaum Yahudi mereka mengatakannya dan yang mereka maksud adalah sikap berlebihan yaitu ketergesa-gesaan (sikap semberono, ed), maka Alloh pun melarang mereka dari kalimat ini karena kalimat tersebut telah keluar dari batasan yang dibolehkan.

Contoh kedua: jual beli anggur adalah mubah, akan tetapi apabila anggur tersebut diperjual belikan kepada orang-orang yang menjadikannya sebagai minuman keras (khomer) maka diharamkan jual belinya, karena terdapat larangan padanya.

Contoh ketiga: Jual beli senjata adalah mubah, akan tetapi jika yang diinginkan dengan senjata tersebut adalah untuk membunuh orang lain, maka diharamkan jual belianya.

Demikianlah, karena semua sarana pra sarana memiliki hukum yang sama dengan tujuannya.

________________
[1] Hukum taklifiyyah  yang lima adalah: wajib, mustahab (sunnah), mubah, makruh dan haram.



0 komentar:

Post a Comment