THIS TOPIC BOX Ketik Topic Disini Contoh DZIKIR atau MAKAN

Translate

Friday 31 July 2015

HARAM Masturbasi

Mengenai hukum onani, mazhab malikiyah, syafi’iyah, hanabilah dan hanafiyah menetapkan bahwa onani itu haram hukumnya jika dilakukan dengan sengaja baik itu di bulan Ramadhan atau di luar bulan Ramadhan.

Namun kalau tidak disengaja dan mengeluarkan mani tetap batal karena mengeluarkan mani  membatalkan puasa.

Seseorang yang dengan sengaja atau tidak sengaja melakukan onani harus mandi junub sebelum dia melaksanakan shalat. Shalat tidak sah sebelum dia melaksanakan junub.
Onani adalah maksiat kepada Allah dan sering disebut amalan tersembunyi karena onani bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja, murah meriah. Akan tetapi mestinya kita tahu bahwa itu untuk manusia, di sisi Allah tidak, Dia mengetahui segala sesuatu yang nampak dan tersembunyi.
Setelah itu, hendaknya bertaubat dengan sebenarnya dan berjanji tidaj akan mengulang perbuatan seperti ini lagi.
Mari kita ingat bahwa Allaha maha mengetahui segala amal kita, Ia akan membalas yg kecil dan yang besar dari amalan kita.
Di hari kiamat, kaki, tangan dan kulit kita akan menjadi saksi dari amalan kita, mulut terkunci tak dapat bicara.
Penting juga untuk memikirkan akibat dari perbuatan kita, onani hanya kenikmatan sementara, dan amalan itu akan tercatat dan dibalas di akhirat kelak.
Bertaubat dengan sebenar benarnya dan tidak mengulangi lagi, menjauhi perbuatan yang mendekati onani seperti menonton film porno dll


Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan

Tanya : “Saya seorang pelajar muslim (selama ini) saya terjerat oleh kabiasaan onani/masturbasi. Saya diombang-ambingkan oleh dorongan hawa nafsu sampai berlebih-lebihan melakukannya. 
Akibatnya saya meninggalkan shalat dalam waktu yang lama. Saat ini, saya berusaha sekuat tenaga (untuk menghentikannya). Hanya saja, saya seringkali gagal. Terkadang setelah melakukan shalat witir di malam hari, pada saat tidur saya melakukannya. Apakah shalat yang saya kerjakan itu diterima ? Haruskah saya mengqadha shalat ? 
Lantas, apa hukum onani ? 
Perlu diketahui, saya melakukan onani biasanya setelah menonton televisi atau video.”  
Jawab : Onani/Masturbasi hukumnya haram dikarenakan merupakan istimta’ (meraih kesenangan/kenikmatan) dengan cara yang tidak Allah Subhanahu wa Ta’ala halalkan. Allah tidak membolehkan istimta’ dan penyaluran kenikmatan seksual kecuali pada istri atau budak wanita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman. 
Yang artinya : “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, [6] kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. [QS Al Mu'minuun: 5 - 6]  
Jadi, istimta’ apapun yang dilakukan bukan pada istri atau budak perempuan, maka tergolong bentuk kezaliman yang haram. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi petunjuk kepada para pemuda agar menikah untuk menghilangkan keliaran dan pengaruh negative syahwat.Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang 

artinya : “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menikah, maka hendaklah dia menikah karena nikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Sedang barangsiapa yang belum mampu maka hendaknya dia berpuasa karena puasa itu akan menjadi tameng baginya”. [Hadits Riwayat Bukhari 4/106 dan Muslim no. 1400 

Dari Ibnu Mas'ud]Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya : “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menikah, maka hendaklah dia menikah karena nikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Sedang barangsiapa yang belum mampu maka hendaknya dia berpuasa karena puasa itu akan menjadi tameng baginya”. [Hadits Riwayat Bukhari 4/106 dan Muslim no. 1400 

dari Ibnu Mas'ud]Adapun tentang mengulangi shalat witir atau nafilah, itu tidak wajib bagi anda. Perbuatan dosa yang anda lakukan itu tidak membatalkan witir yang telah anda kerjakan. Jika anda mengerjakan shalat witir atau nafilah atau tahajjud, kemudian setelah itu anda melakukan onani, maka onani itulah yang diharamkan 

–anda berdosa karena melakukannya-, sedangkan ibadah yang anda kerjakan tidaklah batal karenanya. Hal itu karena suatu ibadah jika ditunaikan dengan tata cara yang sesuai syari’at, maka tidak akan batal/gugur kecuali oleh syirik atau murtad –kita berlindung kepada Allah dari keduanya-. Adapun dosa-dosa selain keduanya, maka tidak membatalkan amal shalih yang terlah dikerjakan, namun pelakunya tetap berdosa. [Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilah Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan IV 273-274]

0 komentar:

Post a Comment