Allah swt berfirman, “Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan.
Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” Ayat ini menegaskan bahwa kerabat kita merupakan orang-orang yang memiliki hak atas bantuan kita. Apabila di antara kerabat atau famili kita ada yang membutuhkan bantuan, maka diri kita adalah orang pertama yang berkewajiban membantunya. Apakah mereka berhak menerima zakat dan sedekah ataukah mereka berhak menerima nafkah dari kita?
Pertama: untuk kerabat yang benar-benar miskin dan penghasilannya tidak mencukupi kebutuhan dasarnya, maka kerabat tersebut berhak menerima zakat. Tidak semua kerabat boleh menerima zakat. Orang tua ke atas dan anak ke bawah tidak berhak menerima zakat. Artinya, kita tidak boleh memberikan zakat kita kepada anak kita, atau cucu kita. Demikian pula kita tidak boleh memberikan zakat kepada orang tua hingga kakek dan nenek kita. Apabila ada di antara mereka yang tidak mampu kita berkewajiban menafkahi mereka. Untuk memberikan zakat kepada kerabat kita perlu berhati-hati. Sebab, apabila kita memberikan zakat kepada kerabat yang sebenarnya tidak termasuk mustahik maka kewajiban zakat kita tidak gugur. Para ulama menggambarkan bahwa orang yang berhak menerima zakat itu bila kebutuhan dasarnya 1000.000. namun penghasilannya hanya 800.000 ini dikategorikan miskin. Di samping itu, tidak ada orang yang menanggung nafkah hidupnya. Apabila ada orang berpenghasilan 800.000, tapi telah ada orang yang menanggung nafkah hidupnya maka ia tidak berhak menerima zakat.
Kedua. Sedekah. Untuk sedekah atau infak, kita boleh memberikan kepada siapa pun. Keafdhaliahan sedekah bisa dilihat dari berbagai aspek: suatu sedekah lebih afdhal diberikan kepada orang yang lebih membutuhkan. Sedekah juga lebih afdhal diberikan kepada orang terdekat. Bisa juga sedekah lebih afdhal dilihat dari sisi waktu. Jadi, keafdhalan sedekah bisa dilihat melalui berbagai sisi. Maka, apabila ada kerabat yang membutuhkan sedekah selayaknya diri kita menjadi orang pertama yang mengulurkan bantuan kepada.
Ketiga. Nafkah. Seseorang berkewajiban menafkahi orang-orang ada di bawah tanggung jawabnya. Ayah berkewajiban menafkahi anaknya. Suami berkewajiban menafkahi istrinya. Dan seorang kerabat memiliki kewajiban menafkahi kerabatnya ketika kerabat terse but tidak mampu dan tidak ada orang terdekat yang menafkahinya
Pertama: untuk kerabat yang benar-benar miskin dan penghasilannya tidak mencukupi kebutuhan dasarnya, maka kerabat tersebut berhak menerima zakat. Tidak semua kerabat boleh menerima zakat. Orang tua ke atas dan anak ke bawah tidak berhak menerima zakat. Artinya, kita tidak boleh memberikan zakat kita kepada anak kita, atau cucu kita. Demikian pula kita tidak boleh memberikan zakat kepada orang tua hingga kakek dan nenek kita. Apabila ada di antara mereka yang tidak mampu kita berkewajiban menafkahi mereka. Untuk memberikan zakat kepada kerabat kita perlu berhati-hati. Sebab, apabila kita memberikan zakat kepada kerabat yang sebenarnya tidak termasuk mustahik maka kewajiban zakat kita tidak gugur. Para ulama menggambarkan bahwa orang yang berhak menerima zakat itu bila kebutuhan dasarnya 1000.000. namun penghasilannya hanya 800.000 ini dikategorikan miskin. Di samping itu, tidak ada orang yang menanggung nafkah hidupnya. Apabila ada orang berpenghasilan 800.000, tapi telah ada orang yang menanggung nafkah hidupnya maka ia tidak berhak menerima zakat.
Kedua. Sedekah. Untuk sedekah atau infak, kita boleh memberikan kepada siapa pun. Keafdhaliahan sedekah bisa dilihat dari berbagai aspek: suatu sedekah lebih afdhal diberikan kepada orang yang lebih membutuhkan. Sedekah juga lebih afdhal diberikan kepada orang terdekat. Bisa juga sedekah lebih afdhal dilihat dari sisi waktu. Jadi, keafdhalan sedekah bisa dilihat melalui berbagai sisi. Maka, apabila ada kerabat yang membutuhkan sedekah selayaknya diri kita menjadi orang pertama yang mengulurkan bantuan kepada.
Ketiga. Nafkah. Seseorang berkewajiban menafkahi orang-orang ada di bawah tanggung jawabnya. Ayah berkewajiban menafkahi anaknya. Suami berkewajiban menafkahi istrinya. Dan seorang kerabat memiliki kewajiban menafkahi kerabatnya ketika kerabat terse but tidak mampu dan tidak ada orang terdekat yang menafkahinya
Suami Memberi Zakat kepada Istrinya
Hal ini tidak dibolehkan berdasarkan ijma’ ulama (kesepakatan para
ulama). Mayoritas ulama memberi alasan bahwa nafkah suami itu wajib bagi
istri. Sehingga jika suami memberi pada istri, itu sama saja ia memberi
pada dirinya sendiri.[1]
Istri Memberi Zakat kepada Suaminya
Mengenai hal ini terdapat perselisihan di antara para ulama. Pendapat
yang tepat, istri boleh memberikan zakat untuk suami. Di antara
dalilnya adalah hadits berikut:
ثُمَّ انْصَرَفَ فَلَمَّا صَارَ إِلَى
مَنْزِلِهِ جَاءَتْ زَيْنَبُ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ تَسْتَأْذِنُ
عَلَيْهِ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ زَيْنَبُ فَقَالَ « أَىُّ
الزَّيَانِبِ » . فَقِيلَ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ . قَالَ « نَعَمِ
ائْذَنُوا لَهَا » . فَأُذِنَ لَهَا قَالَتْ يَا نَبِىَّ اللَّهِ إِنَّكَ
أَمَرْتَ الْيَوْمَ بِالصَّدَقَةِ ، وَكَانَ عِنْدِى حُلِىٌّ لِى ،
فَأَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهِ ، فَزَعَمَ ابْنُ مَسْعُودٍ أَنَّهُ
وَوَلَدَهُ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَلَيْهِمْ . فَقَالَ النَّبِىُّ
– صلى الله عليه وسلم – « صَدَقَ ابْنُ مَسْعُودٍ ، زَوْجُكِ وَوَلَدُكِ
أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتِ بِهِ عَلَيْهِمْ »
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai
berkhutbah, sesampainya beliau di tempat tinggalnya, datanglah Zainab,
isteri Ibnu Mas’ud meminta izin kepada beliau, lalu dikatakan kepada
beliau, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ini
adalah Zainab”. Beliau bertanya, “Zainab siapa?”. Dikatakan, “Zainab
isteri dari Ibnu Mas’ud”. Beliau berkata, “Oh ya, persilakanlah dia”.
Maka dia diizinkan kemudian berkata, “Wahai Nabi Allah, sungguh
engkau hari ini sudah memerintahkan shadaqah (zakat) sedangkan aku
memiliki emas yang aku berkendak menzakatkannya namun Ibnu Mas’ud
mengatakan bahwa dia dan anaknya lebih berhak terhadap apa yang akan aku
sedekahkan ini dibandingkan mereka (mustahiq).“ Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ibnu Mas’ud benar, suamimu dan anak-anakmu lebih barhak kamu berikan shadaqah (zakat) daripada mereka“.[2]
Alasan lainnya, istri tidak punya kewajiban memberi nafkah pada
suami. Maka tidak mengapa memberi zakat kepada suami seakan-akan ia
orang lain.[3]
Memberi Zakat kepada Orang Tua dan Anak
Menyerahkan zakat kepada orang tua atau kepada anak yang tidak lagi
ditanggung nafkahnya, jika mereka termasuk orang yang terlilit utang,
budak mukatab (budak yang ingin merdeka dan perlu tebusan) atau ingin
berperang di jalan Allah, maka itu dibolehkan berdasakan pendapat yang
paling kuat.[4]
Sedangkan jika orang tua dan anak tadi itu miskin dan ia tidak
bertanggung jawab sama sekali dalam memberi nafkah pada mereka,
diperbolehkan juga memberi zakat kepada mereka berdasarkan pendapat yang
lebih kuat sebagaimana yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Jadi hal di atas dibolehkan jika mereka yang diberi zakat itu miskin
dan orang yang memberi zakat tidak mengambil manfaat sama sekali dari
zakat yang telah ia serahkan.[5]
Memberi Zakat kepada Kerabat
Boleh menyerahkan zakat kepada kerabat jika memang mereka betul-betul
orang yang berhak menerima zakat yaitu termasuk delapan golongan
sebagaimana yang telah dijelaskan. Bahkan kerabat lebih berhak
mendapatkan zakat dari yang lainnya karena di situ ada pahala sedekah
sekaligus pahala menjalin hubungan kekerabatan.
Dari Salman bin ‘Amir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ وَعَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ
“Sesungguhnya sedekah kepada orang miskin pahalanya satu sedekah. Sedangkan sedekah kepada kerabat pahalanya dua, yaitu pahala sedekah dan pahala menjalin hubungan kekerabatan.”CLICK DISINI UNTUK BUKA KALKULATOR ZAKAT
<<< HALAMAN SEBELUMNYA 8 GOLONGAN ORANG YANG BERHAK MENERIMA ZAKATHALAMAN BERIKUTNYA SOLUSI PARA PENUNGGAK ZAKAT >>>
Dalam surah Al-Baqarah, ayat 215, Allah swt berfirman, “Mereka
bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta
yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan.” Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya
Allah Maha Mengetahuinya.” Ayat ini menegaskan bahwa kerabat kita
merupakan orang-orang yang memiliki hak atas bantuan kita. Apabila di
antara kerabat atau famili kita ada yang membutuhkan bantuan, maka diri
kita adalah orang pertama yang berkewajiban membantunya. Apakah mereka
berhak menerima zakat dan sedekah ataukah mereka berhak menerima nafkah
dari kita?
Pertama: untuk kerabat yang benar-benar miskin dan penghasilannya tidak mencukupi kebutuhan dasarnya, maka kerabat tersebut berhak menerima zakat. Tidak semua kerabat boleh menerima zakat. Orang tua ke atas dan anak ke bawah tidak berhak menerima zakat. Artinya, kita tidak boleh memberikan zakat kita kepada anak kita, atau cucu kita. Demikian pula kita tidak boleh memberikan zakat kepada orang tua hingga kakek dan nenek kita. Apabila ada di antara mereka yang tidak mampu kita berkewajiban menafkahi mereka. Untuk memberikan zakat kepada kerabat kita perlu berhati-hati. Sebab, apabila kita memberikan zakat kepada kerabat yang sebenarnya tidak termasuk mustahik maka kewajiban zakat kita tidak gugur. Para ulama menggambarkan bahwa orang yang berhak menerima zakat itu bila kebutuhan dasarnya 1000.000. namun penghasilannya hanya 800.000 ini dikategorikan miskin. Di samping itu, tidak ada orang yang menanggung nafkah hidupnya. Apabila ada orang berpenghasilan 800.000, tapi telah ada orang yang menanggung nafkah hidupnya maka ia tidak berhak menerima zakat.
Kedua. Sedekah. Untuk sedekah atau infak, kita boleh memberikan kepada siapa pun. Keafdhaliahan sedekah bisa dilihat dari berbagai aspek: suatu sedekah lebih afdhal diberikan kepada orang yang lebih membutuhkan. Sedekah juga lebih afdhal diberikan kepada orang terdekat. Bisa juga sedekah lebih afdhal dilihat dari sisi waktu. Jadi, keafdhalan sedekah bisa dilihat melalui berbagai sisi. Maka, apabila ada kerabat yang membutuhkan sedekah selayaknya diri kita menjadi orang pertama yang mengulurkan bantuan kepada.
Ketiga. Nafkah. Seseorang berkewajiban menafkahi orang-orang ada di bawah tanggung jawabnya. Ayah berkewajiban menafkahi anaknya. Suami berkewajiban menafkahi istrinya. Dan seorang kerabat memiliki kewajiban menafkahi kerabatnya ketika kerabat terse but tidak mampu dan tidak ada orang terdekat yang menafkahinya.
- See more at: http://zakat.or.id/hukum-memberikan-zakat-kepada-kerabat/#sthash.govJODrv.dpuf
Pertama: untuk kerabat yang benar-benar miskin dan penghasilannya tidak mencukupi kebutuhan dasarnya, maka kerabat tersebut berhak menerima zakat. Tidak semua kerabat boleh menerima zakat. Orang tua ke atas dan anak ke bawah tidak berhak menerima zakat. Artinya, kita tidak boleh memberikan zakat kita kepada anak kita, atau cucu kita. Demikian pula kita tidak boleh memberikan zakat kepada orang tua hingga kakek dan nenek kita. Apabila ada di antara mereka yang tidak mampu kita berkewajiban menafkahi mereka. Untuk memberikan zakat kepada kerabat kita perlu berhati-hati. Sebab, apabila kita memberikan zakat kepada kerabat yang sebenarnya tidak termasuk mustahik maka kewajiban zakat kita tidak gugur. Para ulama menggambarkan bahwa orang yang berhak menerima zakat itu bila kebutuhan dasarnya 1000.000. namun penghasilannya hanya 800.000 ini dikategorikan miskin. Di samping itu, tidak ada orang yang menanggung nafkah hidupnya. Apabila ada orang berpenghasilan 800.000, tapi telah ada orang yang menanggung nafkah hidupnya maka ia tidak berhak menerima zakat.
Kedua. Sedekah. Untuk sedekah atau infak, kita boleh memberikan kepada siapa pun. Keafdhaliahan sedekah bisa dilihat dari berbagai aspek: suatu sedekah lebih afdhal diberikan kepada orang yang lebih membutuhkan. Sedekah juga lebih afdhal diberikan kepada orang terdekat. Bisa juga sedekah lebih afdhal dilihat dari sisi waktu. Jadi, keafdhalan sedekah bisa dilihat melalui berbagai sisi. Maka, apabila ada kerabat yang membutuhkan sedekah selayaknya diri kita menjadi orang pertama yang mengulurkan bantuan kepada.
Ketiga. Nafkah. Seseorang berkewajiban menafkahi orang-orang ada di bawah tanggung jawabnya. Ayah berkewajiban menafkahi anaknya. Suami berkewajiban menafkahi istrinya. Dan seorang kerabat memiliki kewajiban menafkahi kerabatnya ketika kerabat terse but tidak mampu dan tidak ada orang terdekat yang menafkahinya.
- See more at: http://zakat.or.id/hukum-memberikan-zakat-kepada-kerabat/#sthash.govJODrv.dpuf
0 komentar:
Post a Comment