THIS TOPIC BOX Ketik Topic Disini Contoh DZIKIR atau MAKAN

Translate

Monday 10 August 2015

AL’ AAM DAN AL KHASH
PENDAHULUAN


Memahami redaksi Al-Qur’an dan Al-Hadits bagaikan menyelam ke dalam samudra yang dalam lagi luas, dibutuhkan kunci, metode dan keilmuan khusus untuk sampai ke sana sehingga kita bisa mengetahui maksud dan tujuan nash al-Qur’an dan Al-Hadits baik dari sudut teks maupun dari aspek makna. Di antara beberapa pembahasan yang berkaitan dengan hal tersebut, ada dua point penting yang keduanya harus diketahui secara mendalam oleh seorang calon Mujtahid. Dua hal itu adalah tentang lafadz ‘am dan lafadz khas serta dalalahnya. Namun perlu diketahui bahwa rangkaian kata dan untaian kalimat yang menjelaskan ke dua hal tersebut bukan dari penulis sendiri tetapi hasil transfer dan kutipan dari pendapat beberapa pakar Ushul Fiqh.

A.  AL’ AAM (Umum dan Petunjuknya)

a.  Definisi Al’ aam
Al’ aam (keumuman) ialah lafal yang menunjukan pengertian yang meliputi seluruh satuan pengertian yang dipahami, seperti :

(Qs. Al – Ashr : 2)
  
103. Al ´Ashr

2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
b.  Lafal Al’ aam

1         1.  Lafal “kull” dan jamii.
2         2.  Lafal yang mufrad (tunggal) di ma’rifatkan dengan “Al” al – Jinsiyyah.
3         3. Jama’ (plural) yang di ma’rifatkan dengan “Al” al – Jinsiyyah.
4         4.  Isim maushul (kata sambung).
5         5.  Isim syarat.
6         6.  Isim nakirah (umum) yang di nafikan.

c.  Macam - Macam Al’ aam
Dari penelitian terhadap nask menunjukkan bahwa al’ aam dibagi menjadi 3 macam.
1. Al’ aam yang dimaksudkan adalah umum secara pasti yaitu al’ aam yang disertai alasan yang dapat menghilangkan kemungkinan takhshih.
2. Al’ aam yang dimaksud khusus secara pasti yaitu al’ aam yang disertai alasan yang dapat menghilangkan ketetapannya atas makna umum dan menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah sebagian satuannya.
3. Al’ aam yang takhshish1, yaitu al’ aam yang mutlak tidak disertai dengan alasan yang meniadakan kemungkinan takhshish, tidak pula meniadakan petunjuknya atas umum.
______________
1 Menurut kelompok mazhab Hanafi, al’ aam yang tidak ditakhshish adalah pasti dalam keumumannya. Dan jika ditakhshish maka petunjuknya menjadi dugaan.


   



d.  Takhshish Al’ aam
Takhshish al’ aam menurut istilah Ulama Ahli Ushul adalah menjelaskan bahwa yang dimaksud al’ aam menurut syar’i pada mulanya adalah sebagian satuannya, tidak seluruhnya.
Dalil takhshish
Dalil takhshish kadang-kadang tidak terpidah dari lafal nash yang umum seperti masih sambung dan seperti bagian darinya, dan kadang-kadang terpisah dan berdiri sendiri dari nash yang umum. Diantara dalil yang sambung dan tidak berdiri sendiri yang paling jelas adalah ‘Istitna” (pengecualian), syarat, sifat dan ghayah (tujuan akhir).
Perkecualian misalnya firman Allah swt dalam ayat madaniyah setelah memerintahkan untuk menulis transaksi hutang piutang yang tidak tunai.
. (QS. Al-Baqarah : 282)
2. Al Baqarah

Kesaksian dalam mu'amalah
282. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

[179]. Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.


B.  AL KHASH
a.  Definisi al-khash
Jika dalam nash terdapat lafal yang khusus, maka hukumnya yang di tetapkan secara pasti atas yang di tunjukkanya selama tidak ada dalil yang mentakwilkan dan menghendaki makna yang lain. Jika terdapat makna yang mutlak, maka penetapan hukum harus secara mutlak selama tidak ada dalil yang membatasinya.

C.  MUTLAQ DAN MUQAYYAD
Mutlaq adalah perkataan yang menunjukkan satu atau beberapa objek yang tersebar tanpa ikatan bebas menurut lafal.
Muqayyad (terikat) adalah perkataan yang menunjukan satu objek atau beberapa objek terbesar dengan ikatan menurut lafal.

a.  Mengartikan Mutlaq atas Muqayyad   

Dalam tasyri terdapat mutlaq dan muqayyad hal ini ada beberapa macam :
Pertama : Sama dalam hukum dan sebabnya.
Firman Allah dalam khurafah sumpah :
 
(Qs. Al – Baqarah : 196)
2. Al Baqarah

Haji
196. Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban[120] yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu[121], sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya. Asbabun nuzul
[120]. Yang dimaksud dengan korban di sini ialah menyembelih binatang korban sebagai pengganti pekerjaan wajib haji yang ditinggalkan; atau sebagai denda karena melanggar hal-hal yang terlarang mengerjakannya di dalam ibadah haji.

[121]. Mencukur kepala adalah salah satu pekerjaan wajib dalam haji, sebagai tanda selesai ihram.

Mengenai turunnya ayat ini terdapat beberapa peristiwa sebagai berikut: a. Seorang laki-laki berjubah yang semerbak dengan wewangian zafaran menghadap kepada Nabi SAW dan berkata. "Ya Rasulullah, apa yang harus saya lakukan dalam menunaikan umrah?" Maka turunlah "Wa atimmulhajja wal 'umrata lillah." Rasulullah bersabda: "Mana orang yang tadi bertanya tentang umrah itu?" Orang itu menjawab: "Saya ya Rasulullah." Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda. "Tanggalkan bajumu, bersihkan hidung dan mandilah dengan sempurna, kemudian kerjakan apa yang biasa kau kerjakan pada waktu haji."
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Shafwan bin Umayyah.)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Ka'b bin Ujrah ditanya tentang firman Allah "fafidyatum min shiyamin aw shadaqatin aw nusuk" (S. 2. 196). Ia bercerita sebagai berikut: "Ketika sedang melakukan umrah, saya merasa kepayahan, karena di rambut dan di muka saya bertebaran kutu. Ketika itu Rasulullah SAW melihat aku kepayahan karena penyakit pada rambutku itu. Maka turunlah "fafidyatum min shiyamin aw shadaqatin aw nusuk" khusus tentang aku dan berlaku bagi semua. Rasulullah bersabda: "Apakah kamu punya biri-biri untuk fidyah?" Aku menjawab bahwa aku tidak memilikinya. Rasulullah SAW bersabda: "Berpuasalah kamu tiga hari, atau beri makanlah enam orang miskin. Tiap orang setengah sha' (1 1/2 liter) makanan, dan bercukurlah kamu."
(Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ka'b bin 'Ujrah.)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ketika Rasulullah SAW beserta shahabat berada di Hudaibiyah sedang berihram, kaum musyrikin melarang mereka meneruskan umrah. Salah seorang shahabat, yaitu Ka'b bin Ujrah, kepalanya penuh kutu hingga bertebaran ke mukanya. Ketika itu Rasulullah SAW lewat di hadapannya dan melihat Ka'b bin 'Ujrah kepayahan. Maka turunlah "faman kana minkum maridlan aw bihi adzan mirra'shihi fafidyatun min shiyamin aw shadaqatin aw nusuk", lalu Rasulullah SAW bersabda: "Apakah kutu-kutu itu mengganggu?" Rasulullah menyuruh agar orang itu bercukur dan membayar fidyah.
(Diriwayatkan oleh Ahmad yang bersumber dari Ka'b.)

Dalam riwayat lainnya dikemukakan: Ketika Rasulullah SAW dan para shahabat berhenti di Hudaibiah (dalam perjalanan umrah) datanglah Ka'b bin 'Ujrah yang di kepala dan mukanya bertebaran kutu karena banyaknya. Ia berkata: "Ya Rasulullah, kutu-kutu ini sangat menyakitkanku." Maka turunlah ayat "faman kana minkum maridlan aw bihi adzan mirra'shihi fafidyatun min shiyamin aw shadaqatin aw nusuk" (S. 2: 196).
(Diriwayatkan oleh al-Wahidi dari 'Atha yang bersumber dari Ibnu Abbas.)

Pengertian mutlaq dengan yang muqayyad dengan arti yang dimaksud dengan mutlaq adalah muqayyad secara pasti (harus).

Maka muqayyad wajib menjelaskan maksud dari mutlaq, bukan membatalkannya, Karena ia menyertainya. Bila terjadi muqaranah (kebersamaan), maka pemahamannya wajib dengan jalan naskh bukan penjelasan Abu Hanifah.

Kedua : Sebabnya berbeda. Seperti dalam kaffarah zhihar dan pembunuhan.
Allah SWT berfirman mengenai kaffarah yang pertama (zhihar)
(Qs. Al – Mujadalah : 3)
58. Al Mujaadilah

3. Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.


Mengenai kaffarah yang kedua (pembunuhan)

 (Qs. An-Nisaa’ : 92)
4. An Nisaa'

Hukum membunuh seseorang muslim
92. Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)[334], dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat[335] yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah[336]. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya[337], maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

[334]. Seperti: menembak burung terkena seorang mukmin.

[335]. Diat ialah pembayaran sejumlah harta karena sesuatu tindak pidana terhadap sesuatu jiwa atau anggota badan.

[336]. Bersedekah di sini maksudnya: membebaskan si pembunuh dari pembayaran diat.

[337]. Maksudnya: tidak mempunyai hamba; tidak memperoleh hamba sahaya yang beriman atau tidak mampu membelinya untuk dimerdekakan. Menurut sebagian ahli tafsir, puasa dua bulan berturut-turut itu adalah sebagai ganti dari pembayaran diat dan memerdekakan hamba sahaya.


Sebabnya berbeda yaitu dalam ayat pertama keinginan kembali setelah zhihar2 dan dalam ayat yang kedua pembunuhan secara tidak sengaja. Dalam segi ini tidaklah mutlaq diartikan sebagai muqayyad menurut Ulama Hanafi tetapi diamalkan secara mutlaq pada tempatnya dan muqayyad pada tempatnya. Maka wajiblah dalam kaffarah pembunuhan melepaskan budak mukmin dan dalam kaffarah zhihar membebaskan budak secara mutlaq baik mukmin atau kafir.
Ketiga : Hukumannya berbeda, seperti perkataan seseorang kepada bawahannya, “Berilah seseorang budak dan lepaskan seorang budak mukmin”. Dalam segi ini tidaklah mutlaq diartikan sebagai muqayyad berdasarkan kesepakatan, kecuali jika ada kebutuhan mendesak.
Keempat : Pemutlakan dan pengikatannya karena sebab itu sendiri. Seperti dalam hadits Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw, mewajibkan zakat fitrah dalam bulan Ramadhan atas umat manusia satu sha3 (2,5 kg) kurma atau satu sha gandum atas setiap orang merdeka atau budak laki-laki dan perempuan dan orang-orang muslim.
Dari segi ini Ulama Hanafi berkata : Tidak ada pengertian mutlaq diatas muqayyad, maka diamalkan dengan masing-masing nash sehingga setiap jiwa merupakan sebab dalam kewajiban zakat fitrah.
______________
2 Zhihar adalah menyamakan punggung istri seperti punggung ibu kandung, dengan maksud tidak boleh menggauli istri’a sebagai mana dia tidak boleh menggauli ibunya. Menurut adat jahiliyah kalimat zhihar sama artinya mentalak istri.

3 Sha sama dengan 2,5% zakat yang harus dikeluarkan.

b.  Amr (Amar; Perintah)
Lafal amr adalah hakekat dalam perkataan yang dikhususkan berdasarkan kesepakatan dan majaz (kiasan) dalam perbuatan. Perkataan yang dikhususkan itulah yang lebih dahulu dipahami diwaktu melepaskan lafal amr.
1. Batasan amar
Ulama Tauhid ada yang berkata dengan pembicaraan hati dan diantara mereka ada yang menyangkalnya dan tidak mengakui kecuali dengan pembicaraan lafzhi. Dalam ilmu Ushul yang penting adalah lafal-lafal, karena berkisar pada dalil-dalil yang sam’iyah (bisa didengar). Amar (perintah) ialah bentuk (shighat) tertentu atau yang searti dan dimaksudkan untuk melakukan sesuatu secara pasti disertai kekuasaan.
2. Hakekat amar
Bentuk amar terdapat dalam penggunaan bahasa arab untuk banyak arti :
a. Ijab (wajib)
b. Nadab (sunah)
c. Irsyad (bimbingan)
d. Ibahah (pembolehan)
e. Tahdid (ancaman)

3.  Nahi (Larangan)
Nahi ialah tuntutan untuk meninggalkan perbuatan dengann cara penguasaan dan bentuknya : “Jangan lakukan” dan sebagainya. Pengertian bentuk nahi ini sama maksudnya dengan bentuk amar. Apakah ia berarti tahrim (pengharaman), karahah (makruh) atau untuk kadar yang bersekutu antar keduanya.

KESIMPULAN

Pada dasarnya al’ aam adalah hujjah yang bersifat dugaan, karena dugaan hanya ditakhshish dengan dugaan pula. Dan bahwasannya tidak terbukti adanya kontradiktif antara al’ aam dengan al khash yang pasti. Karena syarat kontradiktif antara dua dalil adalah harus sama-sama pasti atau sama-sama dugaan.
Mutlaq dan muqayyad bersandar pada ijma’ bahwa ia adalah qath’i. Mengartikan dengan cara ini hanya terjadi jika kedua dalil menjadi sama ; baik qath’i maupun zhanni.

0 komentar:

Post a Comment